JAKARTA (4/2) – Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) Daerah Pemilihan Jawa Barat (Jabar) Agita Nurfianti mempertanyakan mengenai kuota penerimaan siswa baru kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed. pada Rapat Kerja Komite III DPD RI dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Senin (3/2), di Kantor DPD RI, Senayan, Jakarta Pusat. Menanggapi hal tersebut, Mut’i menyampaikan, pihaknya telah menetapkan kuota tersebut dan tengah memprosesnya dalam Peraturan Menteri.
“Untuk PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), atau yang sudah diubah namanya sekarang ini, untuk persentase penerimaan masing-masing jalurnya seperti apa Pak? Apakah sudah ditentukan oleh pusat jadi semua daerah itu sama? Atau bisa dengan daerah masing-masing yang menentukan masing-masing presentase-presentase dari jalur-jalur tersebut gitu Pak? Kalau misalkan ditentukan oleh pusat, jalur-jalur ini mana yang lebih besar presentasenya apakah yang dari domisili, akademik, atau dari mana?” tanya Agita.
“Kemudian tadi Prof sampaikan bahwa jika tidak diterima di sekolah negeri maka Pemerintah Daerah memberikan dana untuk siswa masuk ke sekolah swasta. Sekolah swasta yang seperti apa, apa kriteria sekolah swastanya itu seperti apa? Yang dapat dipilih oleh siswa yang tidak masuk ke sekolah negeri tersebut,” tambahnya. Menanggapi hal itu, Mu’ti mempersilahkan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikdasmen Gogot Suharwoto untuk menjelaskannya. Disampaikan Gogot, pihaknya tidak mungkin bisa hanya mengandalkan sekolah negeri untuk penerimaan murid baru, sehingga diperlukan peran dari sekolah swasta. Pihaknya juga telah memetakan daerah-daerah beserta peserta didiknya serta menetapkan kuota untuk Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
“Kalau di zonasi kita sudah petakan daerahnya baru kita mengisi peserta didiknya. Nah domisili ini kita lebih pendekatannya adalah memastikan peserta didik yang ada di daerah itu mendapatkan layanan sekolah yang terdekat. Jadi jika kuota domisili sudah habis di contoh kan banyaknya kuota sangat sedikit untuk domisili sehingga jika sudah mau di kuota maka kita tetap mengacu kepada kemampuan siswa,” jelas Gogot.
“Ada perubahan dalam domisili dan prestasi. Selama ini yang menjadi permasalahan adalah anak-anak yang berprestasi dari keluarga yang masih belum kaya itu harus mencari sekolah negeri. Nah maka dari itu kita lakukan riset data PPDB tahun 2017-2024 itu ternyata zonasi yang paling sesuai untuk anak jenjang SMP itu 40%, karena 50% itu terlalu besar sehingga jalur prestasi sangat minim. Maka dari itu jalur prestasi kita naikkan menjadi 25% untuk SMP. Nah untuk SMA, jalur domisili yang saat ini 50% juga kita lakukan studi data PPDB 2017-2024 itu maksimal 30%. Sehingga kuota prestasi bisa kita usulkan minimal 30%,” lanjutnya.
“Di PPDB sebelumnya, prestasi itu hanya diberikan sisa kuota. Nah itu yang menjadi masalah sehingga anak-anak berprestasi dari keluarga belum kaya itu merasa tidak ada tempat. Nah dengan adanya kuota 25% untuk SMP dan 30% untuk SMA paling tidak mereka sudah ketahuan nanti kuota akan diumumkan di awal sehingga berapa kursi yang bisa mereka pertarungkan,” pungkasnya.
Sementara itu Mu’ti menyampaikan, untuk lebih jelasnya terkait hal tersebut pihaknya tengah menyusun Peraturan Mendikdasmen tentang SPMB yang saat ini sedang dalam proses sinkronisasi dengan Kementerian Hukum.
“Kemudian yang tadi berkaitan dengan negeri, sebenarnya negeri tidak dikurangi jumlahnya tetapi negeri itu kami atur untuk menerima sesuai daya tampung karena selama ini banyak sekolah negeri yang nerima melebihi daya tampung. Kemudian negeri hanya boleh menerima satu gelombang penerimaan saja. Selama ini ada yang nerima bergelombang-gelombang. Nanti kami akan menerbitkan daya tampung murid di sekolah-sekolah negeri itu, dengan masyarakat bisa mengetahui misalnya sekolah SMA A itu berapa daya tampungnya itu bisa diketahui oleh masyarakat,” ujarnya.
Hal tersebut, menurut Mu’ti, dikarenakan selama ini pihaknya menemukan fakta di lapangan bahwa sekolah negeri banyak menerima aspirasi pada saat SPMB. Menurutnya juga, kepala sekolah seringkali tidak berani untuk menolak aspirasi tersebut.
“Nah karena itu kami ingin supaya lebih berkeadilan dengan cara transpransi dalam penerimaan murid baru itu dan saya sepakat sekali Bapak bahwa siapapun anak-anak kita itu belajar di negeri maupun swasta mereka adalah anak-anak Indonesia yang harus mendapatkan hak konstitusionalnya,” pungkas Mu’ti.
Pada kesempatan tersebut, Agita juga mempertanyakan terkait jalur domisili yang mana pada masa lampau banyak terjadi kecurangan dan manipulasi data agar murid baru dapat diterima di sekolah negeri. Hal ini menjadi keprihatinannya supaya tidak terjadi lagi kecurangan tersebut di masa mendatang.
“Kemudian untuk jalur domisili, apakah akan menggunakan surat keterangan domisili yang dikeluarkan oleh RT/RW atau dari mana sebagaimana kita ketahui dulu jalur zonasi itu menggunakan Kartu Keluarga dan untuk domisili ini seperti apa? Sedangkan dulu yang menggunakan jalur zonasi dengan Kartu Keluarga saja banyak terjadi kecurangan atau manipulasi data. Jadi bagaimana ketentuannya untuk domisili ini agar tidak terjadi manipulasi data yang terjadi yang sudah-sudah kemarin. Karena untuk PPDB ini sangat menjadi perhatian orang tua siswa baik SD, SMP, SMA, dan mereka pun sangat menginginkan kejelasan dari proses PPDB ini,” tanya Agita.
Menanggapi hal ini, Kemendikdasmen belum dapat menjawabnya secara langsung karena keterbatasan waktu dan akan menjawabnya secara tertulis.