Transkripsi Pemaparan Pimpinan BNN Komisaris Jenderal Polisi Suyudi Ario Seto
Terima kasih pimpinan rapat dan seluruh anggota Komite III DPD RI atas masukan, saran, dan pertanyaan yang telah disampaikan; kami berupaya mengakomodir semuanya. Pertama, menanggapi Ibu Aji Mirni terkait situasi penangkapan yang sering melibatkan pecandu dan dimanfaatkan oknum aparat: bagaimana tindakan BNN? Dalam penanganan pecandu, kami mengedepankan TAT (Tim Assessment Terpadu), yaitu Tim Assessment Terpadu yang terdiri atas tim medis dari BNN Republik Indonesia dan Polda setempat, serta tim hukum dari BNN, Polri, dan kejaksaan. Tim asesmen ini menentukan kategori penyalahguna—ringan, sedang, atau berat—agar dapat ditetapkan kelanjutan proses rehabilitasi yang sesuai; terapinya berbeda untuk masing-masing kategori. Kami juga tidak menafikan jika ada anggota kami di lapangan yang melakukan pelanggaran. Di BNN, kami memiliki tim Itwastriksus (Inspektorat Pengawas Pemeriksa), dan kebetulan Bapak Irtama, Inspektur Jenderal Diki, berada di samping saya; beliau senantiasa mengawasi kinerja dan anggota, termasuk pelanggaran yang mungkin terjadi di BNN RI maupun daerah. Penanganan pelanggaran diselaraskan dengan klasifikasi etika bernegara, berorganisasi, bermasyarakat, dan antarsesama pegawai, dengan sanksi yang proporsional.
Mengenai pencegahan agar siswa sekolah dan mahasiswa yang baru mencoba-coba tidak menjadi pecandu, BNN RI bersama BNN wilayah—provinsi, kabupaten, dan kota—mengedepankan upaya pencegahan. Edukasi dilakukan bersama para pemangku kepentingan: kementerian terkait, elemen masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pemuda, untuk mengglorifikasi pesan bahaya narkoba dan dampaknya saat ini. Kami sangat concern pada pencegahan, rehabilitasi, dan pemberdayaan masyarakat. Saya sebagai Kepala BNN, baru dua minggu menjabat, memberi penekanan khusus pada pencegahan, rehabilitasi, dan pemberdayaan, meski anggaran perlu penguatan. Dalam RDP dengan Komisi III DPR RI, kami menyampaikan perlunya dukungan, sejalan dengan narkoba sebagai salah satu agenda prioritas Presiden. Data BRIN tahun 2023 menunjukkan penyalahgunaan narkoba hampir 3,3 juta orang; penanganan tak bisa parsial hanya oleh BNN atau Polri, tetapi harus kolaboratif. Kami melakukan berbagai terobosan, seperti rehabilitasi keliling dan kegiatan berbasis masyarakat (IBM). Deputi Pencegahan dipimpin seorang perwira tinggi (Irjen), meski kebetulan sedang sakit dan tidak hadir; hal ini menegaskan fokus kami, karena “hulu” ada di pencegahan. Kami memperkuat kerja sama dengan kementerian terkait, terutama Kementerian Pendidikan, agar kurikulum khusus narkotika dan obat terlarang dapat masuk dari jenjang SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi, atau setidaknya sebagai materi tambahan atau ekstrakurikuler edukasi narkotika. Pengalaman pendidikan dasar di Indonesia sangat kurang dibanding negara lain, seperti sex education yang diajarkan sejak dini untuk mencegah kesalahan perilaku; demikian pula edukasi narkotika, terlebih peredarannya kini merambah desa, pesisir, dan bukan hanya perkotaan. Berdasarkan pengalaman saya sebagai Kapolda Banten dan Kapolres di Jawa Barat, pola peredaran serupa: pemasaran melalui pemberian gratis satu-dua kali hingga timbul ketergantungan, serta bujukan teman sebaya. Jenis yang umum antara lain ganja, ekstasi (ineks), dan sabu. Bahkan ada ibu-ibu yang ketergantungan sabu untuk “diet” menahan nafsu makan; di balai rehab kami, Deputi Rehabilitasi mencatat klien perempuan dengan motif demikian. Di komunitas nelayan dan pertambangan, konsumsi narkotika muncul sebagai “extraordinary booster” untuk menahan lelah.
Strategi memutus peredaran dan penggunaan pada anak-anak tidak berhenti pada penindakan; kami memprioritaskan pencegahan melalui edukasi, diperkuat dengan kerja sama Kementerian Pendidikan, mengingat tingginya angka penyalahgunaan. Penindakan tetap diutamakan terhadap pengedar dan bandar, baik skala kecil maupun besar. Target pemberantasan BNN adalah bandar besar; sedangkan BNNP diharapkan mengungkap kasus besar di daerah, dengan pemetaan dan antisipasi berbagai modus. Di tingkat kota/kabupaten, BNNK akan diperkuat di bawah kepemimpinan saya, meski bertahap sesuai anggaran; harapan kami, anggaran diperkuat agar jangkauan hingga BNNK di seluruh daerah. Data kami menunjukkan prevalensi tertinggi saat ini di Sumatera Utara (Medan), Riau (termasuk Batam), DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Kami akan menambah kapasitas rehabilitasi secara bertahap berbasis prioritas data; contoh di Deli Serdang (Medan) kapasitas 80 tempat tidur, akan ditambah. Di Kalimantan Barat dan Banten belum ada balai rehabilitasi pemerintah; ini menjadi prioritas. Prioritas sasaran adalah remaja karena tingkat curiosity tinggi, pengaruh lingkungan kuat, dan adanya influencer negatif. Anak muda adalah generasi penerus bangsa yang harus diselamatkan.
Untuk meningkatkan asesmen, termasuk standardisasi dan peningkatan kemampuan petugas agar yang ditangkap dapat direhabilitasi atau ditindak pidana secara tepat, kami memperkuat TAT (tim medis dan tim hukum). Kami telah berkoordinasi dengan Kabareskrim; ke depan kami berharap hasil TAT tidak sekadar rekomendasi, tetapi diperkuat sebagai produk hukum berupa surat keputusan. Ini memerlukan peraturan bersama (perber) lintas kementerian/lembaga; kami akan duduk bersama tujuh kementerian terkait agar TAT menjadi produk yang mengikat. Kami juga menyiapkan digitalisasi TAT dalam command center, sehingga keputusan TAT menjadi pegangan wajib dan mengurangi ruang deviasi, misalnya kasus yang seharusnya rawat inap tetapi dijadikan rawat jalan. Rehabilitasi swasta harus proper: berizin lengkap dan profesional, agar klien tidak kembali kambuh (relapse). Harapan kami, dengan penguatan rehabilitasi, angka penyalahguna menurun menuju Indonesia Emas 2045 sesuai arahan Presiden.
Masukan Pak Ustadz Dr. Haji Deddy Iskandar terkait menurunnya kepercayaan publik akibat aparat berintegritas rendah kami terima sebagai dorongan memperkuat SDM BNN. Kami menerapkan penilaian spesifik dan generik bagi para kepala (BNN pusat, provinsi, kota/kabupaten), memberikan reward kepada anggota berprestasi, dan menindak tegas pelanggar. Jika masih ada APH yang bekerja sama dalam peredaran, kami akan lakukan penguatan SDM untuk meniadakan oknum; mohon dukungan pelaporan ke kami atau ke Inspektorat BNN untuk diproses tegas. Soal rendahnya anggaran, kami tetap berupaya optimal dan memohon dukungan penguatan, sebagaimana disampaikan dalam RDP dengan Komisi III. Di samping pencegahan dan pemberantasan, fokus kami adalah penguatan rehabilitasi profesional agar penyalahguna menurun. Kami bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen PAS) karena Lapas perlu dipantau: ada ironi “masuk pemakai keluar pengedar” atau “masuk pengedar kecil keluar bandar besar.” Ini harus dipangkas melalui kolaborasi BNN–Kemkumham karena praktik memprihatinkan masih terjadi. Dukungan pemda dalam P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) kami harapkan optimal. Kerangka kerja sudah diwadahi dalam Inpres Nomor 2 Tahun 2020 tentang RAN P4GN 2020–2024, mencakup pencegahan, pemberdayaan masyarakat, rehabilitasi, dan pemberantasan, untuk mendorong peran kementerian dan pemda. RAN P4GN 2025–2029 sedang disusun di Kementerian Sekretaris Negara. Terkait masukan Ibu Desita: dari usulan total 10 kabupaten di Provinsi Bengkulu baru 2 BNK; kami pertimbangkan penambahan kantor di Bengkulu. Penempatan mobil rolling (rehabilitasi keliling) akan difokuskan pada daerah yang belum terjangkau BNN; saat ini ada 10 unit, diprioritaskan ke daerah dengan angka tinggi, dan ke depan diperbanyak agar menjangkau wilayah lain termasuk Bengkulu. Mengenai penyelundupan di Lapas Bengkulu, kami akui diperlukan koordinasi lintas kewenangan; berdasarkan pengalaman saya sebagai Kapolres Bogor, akses masuk memerlukan izin dan waktu, sehingga pelaku sempat menghilangkan barang bukti. Penanganan “kampung narkoba” (contoh Kampung Ambon di Jakarta Barat) menunjukkan rumah bandar ber-CCTV; penggerebekan mengungkap sabu dan alat timbang. Pola di daerah lain dengan berbagai modus pada prinsipnya serupa; Medan luar biasa menantang.
Rencana Undang-Undang Narkotika dan Psikotropika sedang dibahas di Panitia Antar Kementerian (PAK) dan telah mengakomodir konsep rehabilitasi berkelanjutan yang dijalankan BNN. Dalam draft RUU, pengguna di bawah ambang batas tidak dipidana, langsung direhabilitasi; terkait jaringan, dilakukan pemidanaan, dengan rehabilitasi di dalam lapas. Konsep rehabilitasi BNN bersifat komprehensif, medis dan sosial, berkelanjutan. Mengenai komitmen calon pejabat daerah, perlu kebijakan politik BNN agar daerah berkomitmen dalam penganggaran dan penanganan narkoba. Kami setuju memperkuat program Desa Bersinar (Desa Bersih Narkoba) sebagai ujung tombak di tingkat desa (RT, RW, PKK, kepala desa) untuk menjadi percontohan dan menyemangati pejabat di atasnya. Pejabat yang ingin menjabat harus menjadi contoh “clear narkoba.” Sejak saya menjabat Kepala BNN, saya melakukan tes urin bagi eselon I dan II; yang hadir di sini insya Allah clear. Kami berharap DPD/DPR RI juga memberi teladan; kami siap fasilitasi tes. Para kepala BNNP dan daerah akan diuji serupa; yang positif akan diproses sampai nonaktif jika tidak layak memimpin. Target kami bukan hanya desa, tetapi juga Sekolah Bersinar (sekolah bersih narkoba), lingkungan kantor bersinar, kampus, dan semua kementerian, menuju Indonesia Emas 2045. Di balai rehabilitasi BNN, terapi mencakup aspek neurologis (otak), fisik, medis, dan spiritual; klien dibina di masjid/gereja secara agama, selain penanganan medis yang lengkap.
Kami telah menjalin kerja sama dengan kementerian terkait: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, BIN, Menko Polhukam, serta berkoordinasi bertahap dengan Kemendagri agar dana Pemda mendukung P4GN; juga dengan TNI AL karena peredaran banyak berasal dari jalur laut/pesisir. Terkait penyidikan, UU Nomor 35 Tahun 2009 memberi kewenangan penyidik BNN menangani perkara tanpa bergantung pada Polri. Namun dalam RUU KUHAP yang sedang dibahas, penyidik BNN tidak termasuk “penyidik tertentu yang dikecualikan” sebagaimana KPK, Kejaksaan, dan TNI AL; ke depan koordinasi dengan penyidik Polri akan semakin penting. Mengenai peringkat penyalahgunaan di Sumbar tahun 2023, itu peringkat ke-6. Fakta menunjukkan daerah yang agamis bisa memiliki angka tinggi; pengawasan keluarga menjadi kunci. Penyalahgunaan sering berlangsung “underground” di kalangan remaja yang didorong curiosity terhadap perilaku menyimpang (termasuk seks bebas). Pengalaman saya di Banten (daerah Pantai Gelang) menunjukkan tingginya penyalahgunaan; di Sumatera Barat dan Aceh (daerah agamis), tanpa pengawasan keluarga yang kuat, risiko tetap tinggi. Edukasi kami masif di masjid, sekolah, dan di seluruh Indonesia; ciri fisik dan psikis ketergantungan perlu dikenali orang tua: rambut acak-acakan, mata merah, komat-kamit tidak teratur, pola tidur terbalik, kebersihan diri menurun; psikis emosional, menarik diri di kamar, menolak sekolah/kerja. Orang tua sering “terlalu sayang” hingga abai; perubahan gaya hidup (misal memodifikasi motor berlebihan) juga bisa menjadi indikator. Pada razia balap liar dan tawuran, tes urin sering positif narkotika atau obat keras tanpa resep (tramadol, hexymer). Tawuran kini kerap terorganisir via WA, dipicu stimulan atau inhalans (lem/aibon, bensin) untuk “fly”. Konsumsi tramadol dalam dosis berlebihan (5–10 butir) memicu kekerasan berlebihan dan kriminalitas (curas, curat, perampokan). Temuan serupa terjadi di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Kerja sama BNN dengan Kementerian Agama dan Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam P4GN untuk generasi muda dilakukan melalui pelatihan soft skill bagi guru BK di SMP/SMA dan program “remaja teman sebaya” dengan pendekatan peer educator untuk mengajak menjauhi narkoba. Pendekatan religi menggandeng tokoh masyarakat dan ulama untuk kampanye publik anti-narkoba; contoh di Jawa Timur mendorong kerja sama dengan kementerian/lembaga dan pemda melalui penyusunan RAN P4GN. Kemitraan yang telah/akan berjalan termasuk dengan Kemenag (3 Maret 2025), PP Dewan Masjid Indonesia (17 April 2025), Pabdesi (Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia), beberapa universitas, kementerian/lembaga lain, serta Baznas untuk pembiayaan pendidikan anak usia sekolah di kawasan rawan peredaran agar memperoleh pendidikan setingkat SMP/SMA di lembaga berbasis agama.
Menjawab pertanyaan tentang sumber pasokan: komoditas narkotika beragam. Ganja sebagian besar berasal dari Aceh; ada juga dari Papua New Guinea dan Medan. Secara prinsip, beberapa bahan dapat memiliki potensi positif bila digunakan sesuai koridor sains/medis, tetapi saat ini konteksnya adalah penyalahgunaan. Perkembangan narkotika sintetis sangat pesat: secara global, lebih dari 1.391 jenis berbasis bahan kimia; di Indonesia, sekitar 160–175 telah teregulasi sebagai narkotika. Kami baru-baru ini melakukan uji lab terhadap barang bukti dan mengidentifikasi sekitar 12 jenis sebagai narkotika. Selain motif ekonomi bandar, tidak menutup kemungkinan ada upaya sistemik “membodohi” generasi muda melalui jalur Golden Triangle (Laos, Myanmar, Thailand) yang masuk lewat Malaysia ke Indonesia, kemudian ditangkap jaringan lokal. Ini menuntut upaya bersama yang kuat, melibatkan TNI dan seluruh stakeholder, dengan semangat War on Drugs for Humanity.
Ringkasan Analitis untuk Laporan Resmi
Wawancara ini merekam paparan teknis Kepala BNN mengenai kebijakan, program, dan kolaborasi lintas sektor dalam P4GN, dengan penekanan pada TAT (Tim Assessment Terpadu), penguatan pencegahan berbasis kurikulum, perluasan rehabilitasi, dan integritas aparatur. BNN menempatkan TAT sebagai mekanisme klinis-yuridis untuk klasifikasi penyalahguna (ringan, sedang, berat) dan penetapan jalur rehabilitasi sesuai derajat ketergantungan. Untuk mengurangi discretionary bias dan penyimpangan rekomendasi, BNN mendorong transformasi TAT menjadi keputusan mengikat melalui peraturan bersama (melibatkan tujuh kementerian/lembaga) dan digitalisasi TAT pada command center, sehingga hasil asesmen menjadi standar wajib, termasuk pengendalian mutu terhadap rehabilitasi swasta (izin, profesionalisme, outcome minimal relapse).
Pencegahan menjadi “hulu” kebijakan, ditopang kampanye edukasi multi-aktor (kementerian terkait, tokoh agama/masyarakat, pemuda) dan advokasi kurikulum khusus narkotika di jenjang SD hingga perguruan tinggi atau sebagai materi ekstrakurikuler. Strategi ini berangkat dari data BRIN 2023 (prevalensi penyalahguna ~3,3 juta) dan geografis persebaran kasus tertinggi (Sumatera Utara—Medan, Riau—Batam, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur). BNN merencanakan penambahan kapasitas rehabilitasi secara prioritas berbasis data (contoh Deli Serdang 80 TT akan ditingkatkan; Kalbar dan Banten menjadi prioritas pendirian balai rehabilitasi pemerintah). Rehabilitasi keliling (mobil rolling) baru 10 unit, diprioritaskan untuk daerah high prevalence dan akan diperbanyak; penambahan BNK di Provinsi Bengkulu dipertimbangkan merespons usulan daerah.
Penindakan tetap difokuskan pada pengedar/bandar skala besar, sementara BNNP dan BNNK diperkuat untuk pemetaan dan pengungkapan modus di daerah (termasuk “kampung narkoba” dengan penggunaan CCTV, contoh Kampung Ambon). Kolaborasi dengan Ditjen PAS ditingkatkan untuk memutus “ironi” eskalasi peran narapidana di lapas (pemakai menjadi pengedar/bandar), yang memerlukan akses lebih efektif dan koordinasi lintas kewenangan. Di level regulasi, RUU Narkotika dan Psikotropika yang dibahas di PAK mengadopsi rehabilitasi berkelanjutan: pengguna di bawah ambang batas tidak dipidana (langsung rehabilitasi), sedangkan keterlibatan jaringan tetap dipidana dengan rehabilitasi intramural. UU 35/2009 memberi kewenangan penyidik BNN, namun dalam draft RUU KUHAP, BNN tidak dikecualikan seperti KPK, Kejaksaan, TNI AL; konsekuensinya, koordinasi dengan Polri akan semakin sentral.
Dimensi integritas aparatur ditangani melalui penguatan SDM, penilaian kinerja pimpinan (pusat, provinsi, kab/kota), reward–punishment, dan kanal pelaporan ke Inspektorat BNN. Kepala BNN menegaskan teladan “clear narkoba” dengan tes urin bagi eselon I–II dan rencana pemeriksaan bagi kepala BNNP/BNNK; pelanggaran berujung proses hingga nonaktif jika tidak layak memimpin. Program “Desa Bersinar” dijadikan basis komunitas (RT, RW, PKK, kepala desa) untuk menginduksi komitmen politik daerah dan penganggaran P4GN; perluasan target mencakup Sekolah/Kampus/Kantor Bersinar menuju Indonesia Emas 2045. Terapi rehabilitasi BNN bersifat komprehensif (medis–fisik–neurologis–psikososial–spiritual, melalui pembinaan keagamaan masjid/gereja).
Pada aspek pasokan, ganja domestik dominan dari Aceh, dengan suplai lain dari Papua New Guinea/Medan; narkotika sintetis menunjukkan diversifikasi tinggi (global >1.391 jenis; Indonesia ~160–175 teregulasi). Hasil uji lab terbaru mengidentifikasi 12 jenis narkotika baru pada barang bukti. Rute Golden Triangle (Laos, Myanmar, Thailand) via Malaysia disebut sebagai jalur signifikan ke Indonesia; selain motif ekonomi, terdapat kekhawatiran adanya upaya sistemik “membodohi” generasi muda. Karena itu, BNN mendorong kolaborasi lintas sektor termasuk TNI AL untuk pengawasan pesisir/laut, dan kerja sama lintas kementerian/lembaga: Kemenag (MoU 3 Maret 2025), PP Dewan Masjid Indonesia (MoU 17 April 2025), Pabdesi, beberapa universitas, Kemenpora, dan Baznas (pembiayaan pendidikan anak di kawasan rawan).
Secara sosiologis, Kepala BNN menggarisbawahi kerentanan remaja di daerah agamis akibat curiosity dan praktik underground, dengan indikator klinis–perilaku yang perlu dikenali orang tua (fisik tidak terawat, pola tidur terbalik, perubahan psikis, isolasi diri, modifikasi kendaraan, keterlibatan balap liar/tawuran). Pola konsumsi obat keras (tramadol, hexymer) dan inhalans (lem, bensin) mendorong perilaku agresif dan kriminalitas.
Rekomendasi implisit dalam paparan adalah penguatan ekosistem pencegahan berbasis keluarga–sekolah–komunitas, penataan regulasi TAT, perluasan kapasitas rehabilitasi, peningkatan integritas aparat, dan konsolidasi lintas sektor/ruas perbatasan untuk memutus suplai. Dengan pendekatan terintegrasi, BNN menegaskan semboyan “War on Drugs for Humanity” sebagai kerangka operasional menuju penurunan prevalensi dan perlindungan generasi muda.