Agita NurfiantiAgita NurfiantiAgita Nurfianti
  • Berita
  • Profil
  • Galeri
  • Video
  • Link Relasi
Reading: Paparan DPP Desa Bersatu: Kritik UU Desa & Keterlambatan Regulasi di DPD RI
Share
Sign In
Notification Show More
Font ResizerAa
Agita NurfiantiAgita Nurfianti
Font ResizerAa
  • Berita
  • Profil
  • Galeri
  • Video
  • Link Relasi
Search
  • Berita
  • Profil
  • Galeri
  • Video
  • Link Relasi
Have an existing account? Sign In
Follow US
  • Advertise
© 2023 Agita Nurfianti, DPD RI Jawa Barat. All Rights Reserved.
Agita Nurfianti > Berita > Rapat Kerja > Paparan DPP Desa Bersatu: Kritik UU Desa & Keterlambatan Regulasi di DPD RI
Rapat Kerja

Paparan DPP Desa Bersatu: Kritik UU Desa & Keterlambatan Regulasi di DPD RI

Tim Admin
Last updated: September 28, 2025 17:28
Tim Admin
Share
31 Min Read
SHARE

Paparan ini merupakan paparan formal oleh perwakilan DPP Desa Bersatu yang menyampaikan evaluasi kritis atas implementasi kebijakan desa di hadapan BULD DPD RI dan para narasumber, termasuk Pak Halilul dan Pak Daud. Narasi utama menekankan adanya keterlambatan turunan regulasi dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan perubahannya menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024, yang menyebabkan ketidakjelasan kewenangan, beban pelaporan berlebih, dan ketidakharmonisan koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, dan desa. Pembicara menegaskan bahwa kekosongan regulasi bukan kegagalan, tetapi keterlambatan yang telah berdampak sistemik selama satu dekade sejak proses advokasi di DPD yang dimulai pada 2006.

Poin paling relevan berasal dari perwakilan Desa Bersatu, yang mengangkat beberapa isu kunci. Pertama, ketidakutuhannya basis data desa di semua level pemerintahan yang menghambat perencanaan dan pengawasan, termasuk fakta bahwa sekitar 50 persen dari 72 ribu desa diduga tidak memiliki batas administrasi yang jelas, sehingga mengganggu pengelolaan ruang dan alokasi anggaran. Kedua, beban pelaporan kepala desa yang tinggi kepada Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, BPKP, dan APIP tidak diimbangi oleh tanggung jawab pendamping desa; ketika muncul perkara hukum, kepala desa berada sendiri tanpa dukungan dari organ pengawasan atau pembinaan. Ketiga, status dan fungsi pendamping desa dianggap tidak tegas: melekat sebagai pembina, pengawas, dan pendamping, namun tanpa kewajiban progress report, monitoring, atau evaluasi yang rigid. Pembicara mencatat Kementerian Desa baru empat hari membahas ketentuan teknis pendamping desa dan mendorong agar BULD turut mengawal penyusunan pedoman tersebut.

Contoh empiris ditampilkan melalui kasus Desa Ponggoh, yang disebut mampu menghasilkan Rp7 miliar per bulan tanpa bergantung pada APBN, namun terganjal disharmoni dengan bupati dan berujung pada perkara pidana. Kasus ini dipakai untuk menunjukkan bahwa keberhasilan desa dapat runtuh ketika sinkronisasi kebijakan tidak terjamin dan ketika desa menjadi objek tekanan lintas sektor (kesehatan, koperasi/UMKM, ketahanan) tanpa kanal dorongan ke atas yang jelas. Pembicara juga mengkritik skema “Koperasi Merah Putih” yang dinilai menjadikan dana desa sebagai jaminan kebijakan pusat, mengakibatkan pemotongan anggaran dan penarikan dana desa untuk kebutuhan darurat (seperti masa COVID), serta mengusulkan alokasi entertain 3 persen dari dana desa sebagai hak kepala desa mengingat beban sosial yang mereka tanggung.

Dalam kerangka hukum, rujukan eksplisit diberikan pada Pasal 18 UUD 1945 serta UU Desa (UU 6/2014 jo. UU 3/2024). Pembicara menyoroti ketiadaan PP dan Perda yang memadai sebagai peraturan pelaksana, sehingga desa kerap “mengarang” kebijakan atau membuat “permen desa” tanpa rujukan. Ia mengajak BULD mensinkronisasi perencanaan pembangunan pusat-daerah dan mengawal percepatan lahirnya PP turunan serta Perda desa di kabupaten/kota. Kritik juga diarahkan kepada integrasi Musrenbang Desa yang dianggap tidak menjamin pengarusutamaan usulan desa dalam RKPD, menyebabkan “produk sepi” yang tidak naik ke tingkat kabupaten. Disebut pula Permendagri Nomor 10 Tahun 2025 tentang “rakor tech trend bank,” namun konteks dan substansinya tidak dijabarkan; rujukan ini menunjukkan kegelisahan atas kebijakan sektoral yang tidak sinkron dan menambah beban pelaporan digital di wilayah yang masih minim sinyal, khususnya kepulauan.

Rekomendasi substansial diajukan untuk BULD dan pemangku kepentingan: membangun platform data pelaporan terintegrasi guna mengurangi tumpang-tindih, menegaskan kewajiban laporan bagi pendamping desa sejajar dengan aparatur desa, memperjelas tugas pokok dan fungsi pendamping secara rigid termasuk peran dalam Dana Alokasi Kinerja dan pengawasan penggunaan anggaran, serta memastikan integrasi Musrenbang Desa sebagai komponen wajib RKPD. Pembicara mendorong harmonisasi kewenangan lintas kementerian dan lembaga pengawas (BPKP, APIP) agar tanggung jawab kolektif dalam tata kelola desa menjadi jelas dan proporsional. Sikap normatif ditutup dengan penegasan prinsip otonomi desa berlandaskan asas rekognisi dan subsidiaritas: desa harus diperlakukan sebagai subjek otonom yang diakui asal-usul dan kearifan lokalnya, bukan sekadar objek kebijakan, serta kolaborasi erat antara Desa Bersatu dan BULD untuk mempercepat penyusunan Ranperda, advokasi delapan organ desa, dan percepatan PP beserta petunjuk teknisnya.

 

Transkripsi Paparan DPP Desa Bersatu

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Salam sejahtera untuk kita semua Hormat saya kepada Ketua dan Pimpinan BULD Yang izin saya tidak menyebutkan satu persatu.

Yang jelas semua sudah ada di hati saya Hormat saya kepada Bapak Ibu Anggota DPD RI 2024 Dan kepada Rekan Narasumber Pak Halilul dan Pak Daud Dan jajaran sekretariat yang mensupport, Kegiatan alat-alat kelengkapan di DPD RI.

Makan es, bikin batu, dikasih obat oleh mama. Terlihat semua sudah ngantuk, presentasi tak akan lama.

Terima kasih, saya menyimak dengan baik apa yang telah disampaikan.

Yang terhormat para narasumber sebelumnya, dan itu pandangan aspek akademis.

Maka saya langsung merubah haluan untuk kepada empiris.

Menyimak telah yang disampaikan, izin saya dibantu oleh sekretariat. Untuk PowerPoint,

Maka dari rujukan regulasi yang lahir tentang dan untuk undang-undang desa ini, kita melihat adanya kekosongan regulasi yang dibutuhkan sebagai implementasi keberadaan desa itu, kewenangan desa itu, eksistensi desa itu.

Saya juga tidak menyampaikan di forum ini bahwa kekosongan regulasi untuk implementasi Undang-Undang Desa itu adalah sebuah kegagalan, tapi kita tegas dapat mengatakan ini sebuah keterlambatan.

Setelah 10 tahun perjalanan Undang-Undang Desa yang sangat saya ikut sejak tahun 2006 di DPD ini, sampai kemudian lahir, akhirnya satu catatan awal pada presentasi ini adalah untuk kewenangan desa itu adalah input data.

Kita harus jujur di setiap ruang, kecamatan, kabupaten, provinsi, apalagi pusat, kita dapat mencatat bahwa data tentang desa tidak utuh.

Desa lahir dengan sendirinya, gitu ya.

Nah, kemudian saat kita menyimak lagi pada satu sisi, pemerintahan desa, pemerintah pusat, desa ini adalah organ yang paling sibuk di hirarki pemerintahan di Republik ini.

Ya, paling sibuk di Kementerian Keuangan, ada tiga laporan yang harus diselesaikan. Kemudian lagi di Kementerian Dalam Negeri, ada lagi.

Nanti semuanya itu ngumpul. BPKP ngumpul, APIP kumpul, yang-yang mengatakan dirinya adalah organ pengawasan, organ pembinaan itu pada ngumpul.

Tapi saat nanti seperti yang Pak Hilal tadi sebut, seperti yang langsung bersebut kemarin, saat nanti kepala desa berhadapan, dengan hukum, nah dia sendiri yang… di Ciduk.

Sementara si pengawas kemana? Si pembina kemana? Ini mungkin karena saya di desa bersatu, jadi saya mem-backup ini kepala desa ini. Dan catat juga bahwa desa-desa itu nanti investasi basis suara.

Selanjutnya, Undang-Undang Dasar Pasal 18 lanjut kepada Undang-Undang Desa, nah ke bawah.

Dapat juga lagi, jadi saya menyandingkan hasil pemantauan dan monitoring BULD sampai saat ini. J

adi nanti kita konsen dari tujuh outcome yang dicatat sebagai hasil monitoring DPD, BULD-DPD, paling nanti kita konsen di bagian poin 3 dan poin 4.

Di rekomendasi itu, tapi saya teruskan dulu sebagai pengantar. membakar dulu lah, akhir dari kita sebagai pengawal keberadaan desa itu kita dapat menyepakati, ini himbawan dari kami adalah bagaimana turunan dari undang-undang itu dapat dilahirkan setidak-tidaknya rancangannya itu ada, dikawal masif oleh BULD.

apa yang disebut kita bicara kualitas, kita bicara kuantitas produk desa, gak akan selesai, karena apa? saya belum melihat persandingan yang harmonis, kalau bahasa kampung kami Melayu, belum bersanding dengan elok, pemerintahan di atas kepada desa, maunya kades, maunya bupati, maunya gubernur belum tentu sejalan nah ini-ini yang menjadi catatan kita maka dengan demikian. kami dari Desa Bersatu menyambut baik sebagai narasumber untuk kesekian kalinya, Dan saya mewakili Pak Asri Anas sebagai Ketua Desa Bersatu.

Jadi pasca dari DPD memang sepakat kami menggabungkan organ-organ desa yang ada, mulai dari Kepala Desa Aktif, BPD, Perangkat Desa, LPM Desa, Mantan Kades Desa, Mantan Perangkat Desa.

Ini luar biasa Pak Ketua kita sudah jadi Ketua Desa Bersatu di sana, maka dia mengumpulkan sampai pemerhati desa pun kita kelompokkan ada 8 organ yang bergabung di Desa Bersatu. Ya mudah-mudahan.

Maka dari 7 tadi yang sudah saya sampaikan, 7 outcome yang dilahirkan oleh BULD selama ini, kami ngambilnya di poin 3 dan poin 6 yaitu tindak lanjut rekomendasi. Tindak lanjut rekomendasi DPD yang dari perspektif akademi.

Pertanyaan terakhir. Jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Ini kadang-kadang kan yang kita cukup prihatin yang terbaru dari kami adalah mengenalkan desa Ponggoh, desa Ponggoh, desa terbaik yang bisa hidup, yang menghasilkan satu bulan itu 7 miliar per bulan, desa Ponggoh.

Tapi hanya tidak harmonis saja dengan pemangkunya yang saya bahasakan tidak dapat bersanding dengan elok dengan bupati yang ada. Terkena unsur pidana, entah dari mana itu yang kita backup. Padahal dia tidak perlu, nggak ada pun APBN dia tumbuh. Nggak ada penghasilan, penghasilan kabupaten pun saya bisa taruhan, nggak akan ada menghasilkan 7 miliar itu sebulan gitu. Di desa Ponggoh bisa.

Nah, maka dengan demikian narasi kami yang pertama adalah, dari… Lahirnya Undang-Undang nomor 6 2014 dengan perubahannya sampai dua kali menjadi Undang-Undang nomor 3 tahun 2024.

Kita selain BULD ini mengawal ran perda dan perda yang lahir di daerah, kita juga dapat bersama desa, mengawal desa, menyusun pembangunan desa sesuai dengan kewenangannya dan mengacu pada pembangunan kabupaten. Jadi betul-betul kita harus eksis, tidak saja bicara regulasi, tapi kita kawal. Awal itu desa, kenapa nanti kami menekankan perlu masif kita mengawal para kebijakan di desa ini, karena apa? Itu tadi, banyak yang sangat berminat dengan desa ini. Tapi jangan berminatnya 5 tahun sekali saja. Jadi kita kawal desa ini sampai utuh gitu.

Nah yang kedua, sampai detik ini belum ada tuh lahir. Mudah-mudahan di BULD sudah terdata, kami juga punya, nanti bisa kita harmonisasikan.

Berapa banyak PP sebagai peraturan pelaksana untuk tumbuh desa, untuk kembang desa, untuk eksistensi desa.

Nah mudah-mudahan kita harus kejar itu. Karena tadi sudah disampaikan oleh Pak Daud tadi, ya desa jadi ngarang sendiri, bikin permen desa sendiri, tanpa rujukan.

Nah sebaiknya kita juga di BULD dapat memberikan catatan, sudah sejauh mana aturan pelaksana dari undang-undang. Nomor 3 tahun 2024 Lanjut. Jadi kalau bahasa singkatnya kami ini adalah BOLD pun berada pada ruangnya Ruang kewenangan DPD Untuk mensinkronisasi perencanaan pembangunan pusat dan daerah Kenapa kami sampaikan begitu? Kita juga harus berada di posisi itu Karena saat bicara pembangunan, Membentuk dan melahirkan regulasi itu juga hasil pembangunan Jadi sinkronisasi ini.

Kemudian pada narasi kedua kami Kami ulangi lagi Adanya PP turunan untuk desa-desa ini Kepala desa itu harus melapor ke berbagai pihak pihak, Tidak terhitung jumlah pengawas dan pembina.

Kepala Desa. Yang tadi saya ulangi lagi, tapi saat bermasalah hukum Kepala Desa tinggal sendiri, menjauh semuanya, termasuk pendamping desanya juga. Maka saat kita bicara, Alhamdulillah kami memantau sudah 4 hari ini, walaupun sangat terlambat, Kementerian Desa dalam merancang, ketentuan teknis tentang pendamping desa.

Tadi juga ada disinggung oleh. Narasum sebelumnya. Kenapa kami juga harus menampungnya? Karena apa? Pendamping desa itu melekat dengan Kepala Desa.

Tapi apapun yang terjadi minusnya di desa, mereka tidak punya apa-apa tanggung jawaban. Sementara Kepala Desa di keuangan dia punya laporan, di Kementerian Dalam Negeri dia harus membuat laporan, dia nelan anggaran, tapi pendamping sampai detik ini kami belum membaca yang namanya progres report seorang pendamping desa. Tapi nanti pas desa itu tumbuh dengan sendirinya sukses, dia yang berada di depan. Itu kan enggak fair.

Jadi kita harus kawal itu juga tentang PPP-PPP turunan. Jadi jangan di samping kita mengawal keberadaan penyelenggara desa, tapi kita juga harus mengawal para yang ada di keliling perangkat desa.

Terutama pendamping desa. Karena sifat dia adalah pembina, kata-kata pendamping, dan juga dia sebagai pengawas. Tapi dia tidak punya tanggung jawab membuat report. Sementara kepala desa yang diawas wajib report. Masalah per tiga bulan.

Nah itu jadi catatan kita. Kemudian ada Permendagri nomor 10 tahun 2025 tentang rakor tech trend bank.

Tadi kita sepakat untuk tidak adanya pemerataan, kita tidak mengingat pemerataan kemiskinan ya, tapi pemerataan pembangunan, sinkronisasi pembangunan di desa itu harus dan jangan terulang lagi sifatnya itu masing-masing.

Jangan terulang lagi, mari kita simak kalau di kota Musrembang, Musrembang Des tidak ada yang menjamin itu akan jalan sampai ke atas, dia jadi produk sepi, sunyi, saya mau bahasakan ya. Maaf ya, saya masih gamang antara sebagai anggota atau sebagai narasumber, maaf, izin, gamang, maaf, ya itu. Ya, nah kita. Kita juga kawal.

Pembangunan desa itu Karena kita sepakat, Kekuatan itu tumbuh Dari bawah. Nah, sinkronisasi sudah Kemudian Sekali lagi untuk dapat dicatat Mohon Yang dilahirkan oleh.

Nanti ya, mohon sama-sama kita mengawal Dan dapat lagi nanti kita duduk bareng Kebijakan-kebijakan teknis Yang akan dilahirkan oleh Kementerian Desa Dan PTT Pentunjuk teknis tentang pendamping Jadi kalau tadi kita sudah cukup lah Kalau tentang ruang Sakit senangnya kepala desa Kita sangat memahami suasana kebatinannya.

Nah, sekarang kita harus Mengusik keberadaan tenaga Pendamping desa, Ya, karena saya. Karena sifat dia adalah suatu organ yang melekat pada tubuh kelola desa. Dia pengawas, dia pembina, dan dia pendamping. Jadi dengan demikian kita memposisikan desa tidak hanya sebagai objek, tidak saja sebagai objek, juga desa harus sebagai subjek.

Jadi saling tuntut lah. Kalau desa juga harus membuat laporan, si pendamping juga harus membuat laporan.

Dan saya yakin, contoh kecil saja, contoh kecil saja, kami punya data bahwa dapat dikatakan 50% desa di wilayah Republik ini dari jumlah yang 72 ribu, itu batas administrasinya saja tidak jelas.

Batas wilayah administrasinya saja tidak jelas.

Nanti kalau ada TPS yang dipasang di situ, itu hanya jadi-jadian saja. bagaimana kita mengelola suatu ruang sementara kita gak tau dulu batasnya kan lucu gak bisa kita mengelola suatu ruang tapi kita gak tau batasnya dari batas wilayah, hamparan wilayah yang ada itulah kita akan mengelola anggaran yang ada hingga tidak ada ruang yang tidak diberdayakan.

oke kemudian saya ambil contoh lagi WEWENANG itu narasi keempat, WEWENANG Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia. di tingkat kementerian dan eselon satu kementerian ini bisa kita minta hadir terbaik sebagai unsur pembina kita belum pernah dari desa bersatu mungkin dari desa yang dari organisasi lain sudah ada kami belum pernah menerima sejauh mana sejauh mana eksistensi BPSDM ini, mengawal desa, Padahal tanggung jawabnya penuh loh sebagai pembina, itu juga kita belum pernah mengundangnya untuk duduk di sini.

Kemudian untuk narasi kami yang lima tentang keuangan desa, kita ambil contoh aja lah Koperasi Merah Putih. Ujung-ujungnya kan jaminannya dana desa, apapun kebijakan pusat jaminannya desa, apapun semuanya desa.

Maka saya lihat itu sebenarnya paling hebat itu kepala desa yang untuk cocok jadi calon presiden. Karena semua dia telan, dan dia harus telan itu.

Makanya kita juga memperjuangkan 3% dana desa itu menjadi entertain. Hak entertainnya kepala desa karena apa? Mulai yang datang anaknya mau sunat sampai lakinya lari pun kepala desa yang nanggung.

Ini masalah.

Jadi maka dengan demikian kembali lagi ke pendamping desa.

Kita belum menyimak dengan utuh pendamping desa ini sejauh mana dia mendampinginya.

Jadi harus, jadi sekarang baru 4 hari ini pembahasan di kementerian PDT tentang teknis tugas pendamping desa.

Maka mengapa tidak kita juga disini menyusun karena kami juga sedang menyusun catatan-catatan teknis untuk menjadi masukan.

Untuk menjadi masukan. Karena kita tahu tuh. Kadang dia datang kadang enggak. Kalau dia bilang oh saya enggak bisa, saya meng-cover 3 desa. Eh salahnya dia. Tapi yang jelas SK itu satu desa satu pendamping.

Kalau di lapangan dia katakan satu desa tiga pendamping.

Gak ada tuh monitoring, gak ada evaluasi, gak ada progress report dari seorang pendamping, Kemudian kita bicara salah satu unsur dana desa yaitu dana alokasi kinerja Merupakan unsur yang diukur dari pencapaian pemerintah desa Dimana pendamping desa memiliki peran Maka untuk permen Q, peraturan menteri keuangan dana desa 2026.

Diharapkan ada pencantuman tanggung jawab pendamping, Karena dia yang tau berapa dana itu turun dan dia yang tau kapan dana itu dibelanjakan, Jadi tidak aja aspek ditata kelola pemerintahan, Tapi aspek pengguna anggaran pun itu ada di pendamping, Kita kejar itu, jangan dikejar juga Kalau kepala desa tuh gak perlu dikejar Dengan sumpahnya dia dilantik, dia bertarung, disumpah, dilantik Jadi dia sudah paham, beban dia sudah banyak.

Kemudian kami tegaskan lagi di narasi kami yang ke-6 adalah, belum terdapat perda tentang desa, ini objek kita juga.

Berapa banyak pemerintah kabupaten yang melahirkan perda tentang desa? Selagi tidak ada renggasan regulasi, maka tidak ada action.

Yang sudah ada landasan gerak saja, ada regulasi untuk bergerak saja, tidak bergerak, apalagi yang tidak ada sama sekali.

Akhirnya apa?

Kalau bahasa kami Melayu ya, izinnya Bang Hamid ya, bahasa kami Melayu memadai-madai lah kepala desa.

Pandai dia di sini, pandai dia di sini ya, kalau bahasa kita ya Pak Ismail, pintar-pintar lah dia, dengan segala rekayasanya dia.

Tapi nanti saat dia bermasalah hukum, semua lari.

Tidak ada yang dampingi kepala desa.

Kita berharap nanti dari kita merekap sinkronisasi atau kita langsung mengharmonisasikan, kita sandingkan berapa jumlah perda yang lahir tentang desa, disitu menjadi sorotan tajam kita kepada pemerintah, ini serius gak ngurus desa gitu.

Jangan pas pembagian anggaran untuk bagi-bagi kooperasi merah putihnya sibuk, dan sementara itu udah jadi jaminan juga, saya orang paling menentang gitu kooperasi merah putih, gak apa-apa kalau direkam sampaikan juga, ya saya orang paling menentang.

Karena apa? Gak ada lagi yang digadaikan, apa yang mau digadaikan lagi sama desa, dana yang ada aja udah banyak kali disunat, kemudian nanti ada covid, dana desa lagi diserap, terus dia mau bikin apa? Ini harus kita batasi nih, kita batasi soal anggaran ini.

Kemudian Berikutnya penyusunan ram perda, nah disini kita mengawal ya sebagai DPD.

Saya tidak perlu bacakan Silahkan nanti Kita juga dapat Menyorot pajak, BPKP apa catatan BPKP Sebagai badan pengawas keuangan Pembangunan tentang pengelolaan Dana desa.

Tindak-tidak pidana kasus-kasus hukum yang naik Di tidak desa itu bukan hasil dari BPKP Hasil dari pengaduan Yang Yang gak menang.

Iya gak ada Kami belum punya catatan bahwa proses hukum Yang dijalani oleh kepala desa di aspek keuangan Tidak melalui dari, Penggunaan anggaram itu Bukan laporam dari BPKP Yang sifat pembinaan Tapi dari kompetitor.

Tim sukses juga bisa Tim sukses yang kalah, Jangan diperpanjang.

Kemudian kami lanjutkan, kita urut lagi, karena kami juga menyorot bahwa kepala pemerintahan wilayah mulai dari desa, bupati, wali kota, gubernur, yang paling banyak pengawasnya itu ya desa.

Kenapa wilayah kecil dengan oramg kecil yang paling banyak pengawasnya?

Enggak sebanding gitu, jadi kayak cacingan gitu, buncit kali perutnya, diisi dengan pengawas gitu, cuman kakinya rapuh, hanya untuk dua yang kecil aja, itu tuh enggak fair juga.

Jadi coba kita udah punya enggak persandingan, fair enggak?

Jadi saya itu sedih kalau kami di desa bersatu, kita melihat penuh itu rental komputer itu ya, ketik para-para mahasiswa atau yang oramg-oramg rental itu membantu kepala desa bikin laporan.

Terus pendamping di mana? Oh alasannya pendamping megang tiga desa dan lainnya Itu gak benar Jadi harus tajam tentang itu.

Kemudian lanjutkan lagi Nah itu tadi Dari semua problem kita Catatan kita di aspek keuangan, belanja Di aspek tata kelolanya Kemudian di aspek pembina dan pengawas Kita belum punya data yang utuh Termasuk kami Di organisasi desa bersatu Dan di pemerintahan pun kami tidak mendapatkan.

Belum ada kami mendapatkan Yang utuh, Siapa aja sih yang berhak Masuk di wilayah desa ini, Termasuk izin ya Maaf saya bahasakan Wartawan Paling kencang juga yang bikin kepala desa bermasalah ini Wartawan juga nih, Dibandingkan dengan kabupaten, Ini kan ruang-ruang yang terjepit sebenarnya Desa ini ruang-ruang terjepit.

Oke dengan demikian Kami menginginkan. Tujuan kita adalah adanya data itu biar kita punya satu platform yang terintegrasi, menguramgi tumpang tindih pelaporam, menguramgi tumpang tindih pelaporam yang membebani desa, desa terbeban.

Kemudian juga apalagi kalau bicara platform digital, enggaklah, belum lagi.

Apalagi kawan-kawan saudara kita yang berada di kepulauan, enggak ada itu sinyal, enggak ada sinyal, yang ada sinyal, bukan sinyal. Jadi mau enggak mau, urusan dengan desa ini sudah rentang jaraknya jauh untuk membuat, menyampaikan laporam, dan laporam itu pun banyak.

Nah, ini harus kita evaluasi dan kita pertajam.

Jadi, usulan kami, usulan Ramperda, kalau kita menyimak nanti saat Bapak-Ibu reses, mudah-mudahan pada hasil pantauan dan monitoring yang akan datang BWLD, sudah dapat kita membantau pusat data pelaporam pengawas.

Kemudian yang kedua, kita dapat masuk pada kapasitas SDM aparatur desa. Nah, aparatur dituntut dalam kapasitasnya. Pendamping, apa pendamping desa, jangan-jangan lebih tinggi ilmu peramgkat desa daripada pendamping desa. Nah, itu fakta.

Mudah-mudahan saya pulang selamat, nggak ada pendamping desa di sini.

Kemudian kita dapat kawal juga adalah tugas pokok. Dan fungsi pendamping desa, itulah menjadi rolnya nanti, rambu-rambunya.

Karena saya dan kami pun di Desa Bersatu dapat mencatat bahwa tugas pendamping pun memandai-mandai. Apalagi yang direkom oleh partai, dan partai yang berkuasa pula di situ. Selesai.

Kita belum pada, saya belum membaca, mudah-mudahan juga saya kilap atau belum tahu, tapi sampai setakat ini kami belum ada membaca tugas pokok yang secara rigid ya, langsung menyangkut tentang pengawasan dan pendamping desa. Ngapain aja dia.

Kemudian, jadi bahasanya ada di powerpoint kami, tujuan kita itu memperjelas peran pendamping desa aja, sebagai pendukung aparatur desa, bukan pengganti untuk memperkuat otonomi desa.

Tadi di sisi akademis sudah ditegaskan oleh Pak Daud dan Pak Hilal, itu tentang otonomi desa. Kami berusaha tidak mengulang apa yang telah dikatakan. Kemudian yang keempat tentang aksen kita pada pemantauan dan monitoring yang akan datang, Yaitu sinkronisasi kewenangan pemangku kepentingan desa, Nggak sinkron.

Mendatang ada kebijakan dari kementerian kesehatan, Harus begini-begini turun ke provinsi Provinsi nanti nekan ke kabupaten Kabupaten, nekan lagi ke desa.

Pas desa nanya, dari mana ada nanya? Pakai dulu, kena lagi, Sinkronisasi ini harus.

Kooperasi sudah nih Nanti ada lagi nih, entah di kooperasi di bidang UMKM, pemberdayaan lokal Nanti ada di bidang kesehatan Ada di bidang ketahanan Ada bidang apa, ujung-ujungnya nekan. Yang biasanya namanya tekan kan nggak ada nekan ke atas Ke atas kan dorong Nekan ke bawah, ya apa sih yang bagian bawah.

Oh ya, jadi mudah-mudahan badan pengawas keuang badan pengawas keuangan dan pembangunan aparat pengawas internal pemerintah dan teknis lainnya ini harusnya inilah poin ke-6 kami ya di usulan ramperda yang akan datang itu kita dapat mengawal jadi mengawal pemerintah daerah khususnya pemerintah kabupaten jadi tidak salah juga ya mudah-mudahan nanti ada dapat difasilitasi oleh BWLD DPD RI bagaimana duduk bersama lah duduk bersama lah karena kita gak mau BPKP APIP PT PD tanggung jawab kolektif dalam tata kelola desa ini harus jelas masing-masing ini ini gak jelas kemudian yang ke-5.

Pada pantauan kita besok itu integrasi musrembang, bagaimana desa mendapat jaminan usulan dari desa itu sinkron dengan kabupaten kita kasihan memang ini harus ada kita tegaskan disitu, karena itu amanat dari pasar 18 konstitusi kita kemudian di undang-undang nomor 6 17 dan undang-undang nomor 3 2024, jelas disitu. tapi belum jelas di PP apalagi di Perda tak lahir-lahir barang nih tak lahir-lahir, tak ada lahir, nah ini baru mau lahir maka bagus cepat kita usulkan nih karena kami juga, mengusulkan juga kebijakan teknis lapangan maka dengan demikian tujuan kita memastikan musrembang ini menjadi komponen, Komponen wajib di RKPD, Rencana Kerja Pemerintahan Desa, untuk menjadikan desa ini objek otonom pembangunan.

Alasan kita ya itu tadi, sudah ada pemendagrinya dan lainnya, setidak-tidaknya minimal 10 keinginan program yang disampaikan oleh Kepala Desa, satu dapat sinkron saja dan diaminkan oleh tingkat kabupaten.

Kami masuk pada kesimpulan, nanti izin Bapak Ibu bisa dapat membaca, otonomi desa berdasarkan azas rekognisi, rekognisi pengakuan atas asal-usul desa. Sebenarnya kebijakan desa itu tadi, kami bilang, kami dah pandai dah, tapi biar tidak melanggar aturam, kasih kami ketentuan untuk, ini kami ini maksud saya bahasanya sebagai Kepala Desa.

Rekognisi itu kan, rekognisi itu kan adanya pengakuan. Perlakuan tentang asal-usul desa, artinya local wisdom.

Setiap perlakuan desa, ngasih dana untuk yang datang anaknya mau sunat dengan yang kaltim. Mungkin kaltim sama riau sama lah ya, katanya oramg kaya ya. Tapi nanti kalau di daerah-daerah yang provinsi yang gurem kan beda. Itu kan kearifan lokal semua itu. Beda caranya. Jadi otonomi desa itu kita harus berpijak kepada rekognisi dan subsidiaritas.

Prinsip menekankan segala urusan itu selesai ditingkat masyarakat. Jadi jangan gantung kepala desa bahwa apa yang akan mereka lakukan harus nanti dapat rekomendasi dan diketahui oleh pendamping desa.

Kemudian harus lagi ini, loh ini yang jadi kades siapa? Pendamping atau kades? Yang benar-benar kades. Jadi harus ada batasan-batasannya.

Jadi ada lima catatan kami, dari kesimpulan kami dapat dibaca, lima Ramperda ini mudah-mudahan dapat kita kawal karena dia menyangkut tidak saja sumber daya manusia, termasuk juga adalah, tapi adalah desa sebagai subjek otonom.

Kemudian dukungan kita terhadap Perda dan kolaborasinya. Saat kita bicara Perda, nanti kebawahnya adalah Perdesa.

Nah mudah-mudahan kami dapat bersama harmonis bersanding kita dengan elok, desa bersatu dengan DPD BULD khususnya mempercepat penyusunan ran Perda yang diusulkan dan memastikan integrasi musrenbang desa ke dalam RKPD. Dan seterusnya izin kami tidak membacakan, jadi langkah konkret kita adalah langkah konkret di BULD. Dan langkah konkret kami di Desa Bersatu yang menghimpun delapan organisasi desaa adalah memberi advokasi.

Memberi advokasi dan mudah-mudahan mari kita doakan bersama percepatan penyusunan PP sampai turunannya di tataran teknis. Jadi kalau kita bicara konstitusi undang-undang dasar, kita bicara tentang undang-undang itu semuanya bahasa sorga. Sudah selesai itu, yang tak selesai di tataran teknis.

Ya mudah-mudahan semangat ini dapat menjadi kemitraan kami bersama BULD. Karena sekali lagi kami tekankan bahwa kami Desa Bersatu sangat konsen atas keberadaan dan penghubung BULD.

You Might Also Like

Wawancara bersama Bapak Adhi Wisnu S., membahas kerangka konseptual dan operasional Sekolah Rakyat

Agita Nurfianti Pertanyakan Kuota PPDB dan Transparansi Jalur Domisili ke Mendikdasmen

Paparan Dr. Halilul Khairi, M.Si. Tentang Evaluasi Otonomi Desa

Pemaparan Pimpinan BNN Komisaris Jenderal Polisi Suyudi Ario Seto dihadapan Komite III DPD RI

Pemaparan Wamensos Agus Jabo Priyono Dorong Sekolah Rakyat di Daerah untuk Hapus Kemiskinan Ekstrem

TAGGED:advokasi desaBULD DPD RIdana desaDesa BersatuDisharmoni kebijakan desaevaluasi kebijakan desakasus Desa PonggohKoperasi Merah Putihlaporan desamasalah kepala desaMusrenbang Desaotonomi desapendamping desaperan BPKP APIPregulasi desatata kelola desaUndang Undang Desa 2014UU DesaUU Desa 2024
Share This Article
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Telegram Threads Email Copy Link Print
Share
Previous Article Agita Nurfianti Desak Pemerintah Pastikan Ketersediaan Obat Rehabilitasi Korban Narkotika Agita Nurfianti Dorong Penguatan Rehabilitasi Narkoba Anak dan Remaja Bersama BNN
Next Article Paparan Dr. Halilul Khairi, M.Si. Tentang Evaluasi Otonomi Desa
Leave a comment Leave a comment

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Stay Connected

2kSubscribersSubscribe
4kFollowersFollow
25FollowersFollow

Latest News

Senator Agita Reses DPD RI di Bojongsoang | Aspirasi Warga Soal DTSN, Pendidikan, Kesehatan & Identitas Lokal
Reses DPD RI di Bojongsoang | Aspirasi Warga Soal DTSN, Pendidikan, Kesehatan & Identitas Lokal
Aspirasi Warga Oktober 7, 2025
Senator Agita Beri Bantuan Wirausaha untuk Dukung Pemulihan Korban NAPZA
Senator Agita Serahkan Bantuan untuk Dukung Pemulihan Korban NAPZA
Press Release Oktober 7, 2025
Pertemuan warga RW 16 Bilabong, Kabupaten Bogor bersama Agita Nurfianti, S.Psi (DPD RI, Komite III)
Forum Dengar Pendapat RW 16 Komplek Perumahan Bilabong dengan Ibu Agita Nurfianti, S.Psi. (DPD RI, Komite 3)
Aspirasi Warga Oktober 5, 2025
SPMB 2025 & Revisi RUU Sisdiknas: Aspirasi Agita Nurfianti & Respons Kemendikdasmen
Rapat Kerja September 30, 2025
PaparanMenteri Pendidikan Dasar dan Menengah Bapak Abdul Mu'ti terkait Sistem Penerimaan Murid Baru dan Revisi UU Sisdiknas
Paparan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Bapak Abdul Mu’ti terkait Sistem Penerimaan Murid Baru dan Revisi UU Sisdiknas
Rapat Kerja September 30, 2025
Waktunya Mepet, Senator Agita Sampaikan Aspirasi Daerah Terkait SPMB ke Kemendikdasmen
Press Release September 29, 2025
Paparan Kepala Badan POM Prof. Dr. Taruna Ikrar, M.Biomed., MD., Ph.D kepada Komite III DPD RI
Rapat Kerja September 26, 2025
Senator Agita Soroti Perlindungan Akses Pendidikan dan Keamanan Pangan Anak Sekolah
Rapat Kerja September 24, 2025
Kesalahan Data Sebabkan Bansos Salah Sasaran, Senator Agita Minta Perbaiki Akurasi Data
Press Release September 23, 2025
Paparan Wakil Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Wakil Kepala BPS RI, Sonny Harry Budiutomo Harmadi kepada Komite III DPD RI terkait kebijakan penunggalan data sosial ekonomi nasional (DTSEN)
Rapat Kerja September 22, 2025
Agita NurfiantiAgita Nurfianti
Follow US
© 2023-2029 Agita Nurfianti, DPD RI Jawa Barat.
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?