Bojong Koneng, Kabupaten Bogor (17 Oktober 2025) — Udara pagi di Bojong Koneng terasa segar dan penuh semangat ketika rombongan Anggota DPD RI asal Jawa Barat, Agita Nurfianti, tiba di halaman SD Negeri Bojong Koneng 03. Di sekolah yang terletak di kaki bukit ini, ratusan siswa telah bersiap menyambut kedatangan tamu mereka dengan tawa dan antusiasme yang menular.
Anak-anak dari berbagai kelas, mulai dari Kelas 2 hingga Kelas 6, berdiri rapi di halaman, masih mengenakan atribut perayaan kecil yang baru saja mereka lakukan: membuat video ucapan ulang tahun untuk Presiden Prabowo Subianto. Suasana riang itu menjadi latar hangat bagi kunjungan Agita yang bertujuan meninjau pelaksanaan Program Makanan Pagi Gratis (MPG) di sekolah-sekolah dasar wilayah Kabupaten Bogor.
Sekolah Ramai dengan 424 Siswa
Dengan total 424 siswa, SD Negeri Bojong Koneng 03 termasuk sekolah dengan populasi besar di kawasan Bojong Koneng
“Kelas 2 saja mencapai 81 siswa dan dibagi menjadi dua rombongan belajar,” jelas salah seorang guru yang menyambut rombongan di pintu kelas. Tahun sebelumnya, penerimaan siswa baru di Kelas 1 juga dibatasi hingga 72 anak karena tingginya minat masyarakat.
Lokasi sekolah yang strategis di jalur perumahan dan kawasan wisata membuat sekolah ini menjadi salah satu yang paling diminati. Namun, di balik ramainya siswa, sekolah ini tetap mampu menjaga suasana kondusif dan penuh kehangatan keluarga.
Aroma Nasi Goreng dan Semangat Gotong Royong
Kunjungan kali ini bertepatan dengan pembagian Makanan Bergizi Gratis (MBG) — bagian dari program nasional untuk pemenuhan gizi anak sekolah. Menu hari itu terasa istimewa: nasi goreng, disajikan secara serentak di seluruh titik pelaksanaan program, sebagai bentuk perayaan ulang tahun Presiden.
Proses distribusi berjalan tertib. Menariknya, bukan guru yang membagikan makanan, melainkan penjaga sekolah. “Guru tetap di dalam kelas mendampingi anak-anak, agar proses belajar tidak terganggu,” ujar salah satu staf sekolah.
Agita dan rombongan memilih untuk masuk ke kelas 4, menyaksikan langsung suasana makan bersama. Anak-anak duduk tenang, makanan dibagikan secara estafet dari depan ke belakang. Di setiap piring tersaji nasi goreng sayur, ayam, tahu, buah lengkeng, dan segelas susu Indomilk rasa vanila.
Sebelum makan, seluruh siswa mencuci tangan — kebiasaan yang kini telah menjadi rutinitas berkat pembiasaan dari program MBG.
Cerita di Balik Piring Nasi, Tantangan dan Adaptasi
Namun, di tengah keceriaan, ada satu momen kecil yang menarik perhatian. Seorang siswa laki-laki duduk diam, menatap makanannya tanpa sentuhan. Ia ternyata tidak menyukai nasi.
Situasi ini memicu diskusi ringan antara guru dan rombongan DPD RI tentang bagaimana sekolah menyesuaikan menu bagi siswa dengan preferensi atau alergi makanan khusus.
“Kalau bisa, anak-anak seperti ini didata agar mendapat menu alternatif, misalnya kentang,” ujar Agita menanggapi.
Salah seorang guru mengakui bahwa pendataan sempat dilakukan, namun belum ditindaklanjuti secara sistematis.
“Kadang anak yang tidak suka menu hari itu akhirnya hanya jajan,” ungkapnya.
Dari percakapan itu, muncul kesadaran bahwa aspek personalisasi gizi menjadi penting agar setiap anak tetap memperoleh manfaat penuh dari program ini.
Suara Guru dan Pelajaran dari Kasus Cisarua
Dalam sesi berbincang singkat di ruang guru, Agita mendengar berbagai cerita tentang pelaksanaan program. “Anak-anak biasanya menghabiskan makanan mereka, Bu,” ujar seorang guru kelas 4. “Sejak ada program ini, mereka jarang jajan sembarangan.”
Guru tersebut juga menjelaskan pentingnya aturan konsumsi di tempat. Makanan tidak boleh dibawa pulang untuk mencegah risiko basi dan keracunan.
“Kami belajar dari kejadian di Cisarua. Makanan yang diantar pagi dan baru dimakan siang bisa berbahaya,” tambahnya.
Di SD Bojong Koneng 03, makanan paling lambat dikonsumsi pukul 10.00 pagi, dan sisa makanan dikumpulkan secara terpisah.
Yang menarik, sisa makanan tidak dibuang begitu saja. Warga sekitar biasanya memanfaatkannya sebagai pakan ternak, menciptakan bentuk kecil ekonomi sirkular di lingkungan sekolah.
Distribusi susu dilakukan dua kali dalam seminggu, dan pada minggu perayaan ulang tahun Presiden Prabowo Subianto, anak-anak juga menerima biskuit dan goody bag khusus sebagai tambahan.
Lebih dari Sekadar Program, Tentang Gizi, Empati, dan Masa Depan
Kunjungan Agita diakhiri dengan sapaan dan foto bersama para siswa. Beberapa anak melambaikan tangan sambil memegang kotak susu mereka, sementara yang lain berlari kecil ke arah halaman tempat Agita berdiri.
“Terus semangat belajar, ya! Makanannya habiskan, biar kuat dan cerdas!” serunya disambut tawa kecil dari barisan siswa.
Bagi Agita, kunjungan seperti ini bukan sekadar agenda kerja, melainkan ruang refleksi: melihat bagaimana program pemerintah benar-benar menyentuh kehidupan anak-anak di lapangan.
Dari ruang kelas yang sederhana, dari nasi goreng dan tawa anak-anak, lahir kesadaran bahwa kebijakan yang baik harus diikuti dengan pelaksanaan yang hangat — yang melibatkan empati, disiplin, dan rasa tanggung jawab bersama.
Catatan Penutup
Setelah selesai di SD Negeri Bojong Koneng 03, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terdekat untuk meninjau fasilitas dapur penyedia makanan.
Kunjungan hari itu menjadi potret kecil dari upaya besar membangun bangsa — bahwa perubahan dimulai dari meja makan kecil di ruang kelas, di mana anak-anak belajar, tertawa, dan tumbuh dalam kebersamaan.