Pendahuluan
Laporan ini disusun berdasarkan hasil pertemuan dan diskusi antara perwakilan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Provinsi Jawa Barat, Ibu Agita Nurfianti dari Komite 3, dengan jajaran Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. Pertemuan ini bertujuan untuk meninjau secara mendalam mengenai progres, implementasi, tantangan, dan filosofi penyelenggaraan program strategis nasional Sekolah Rakyat (SR), khususnya yang berlokasi di wilayah Jawa Barat. Informasi utama dalam laporan ini disarikan dari pemaparan komprehensif yang disampaikan oleh pejabat Dinas Sosial, yang diwakili oleh Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial, serta Kepala Sekolah Rakyat Terintegrasi 17 Cimahi, Bapak Adi, yang memberikan gambaran utuh dari aspek manajerial, teknis, hingga pedagogis.
Konteks dan Kerangka Program Sekolah Rakyat di Jawa Barat
Program Sekolah Rakyat merupakan inisiatif strategis pemerintah pusat yang dimandatkan oleh Presiden dan diimplementasikan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) sebagai instrumen fundamental untuk memutus rantai kemiskinan melalui intervensi pendidikan yang holistik dan terintegrasi. Di Provinsi Jawa Barat, program ini diwujudkan dalam bentuk 16 sekolah rintisan yang tersebar di berbagai kabupaten dan kota. Implementasi ini secara strategis memanfaatkan aset gedung milik pemerintah, mayoritas merupakan Sentra atau Balai milik Kemensos, seperti Sentra Galih Pakuan di Bogor, Sentra Pangudi Luhur di Bekasi, Sentra Abiyoso di Cimahi, dan Sentra Wiataguna di Bandung. Selain itu, terdapat pula pemanfaatan aset lain seperti Stadion Jalak Harupat di Kabupaten Bandung dan Balai Latihan Kerja (BLK) di Sumedang. Hanya satu lokasi rintisan yang menggunakan aset Pemerintah Daerah Provinsi, yaitu yang bertempat di kantor Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat di Cimahi.
Pelaksanaan program dibagi ke dalam tiga tahap berdasarkan kesiapan sarana dan prasarana. Tahap 1A merupakan sekolah yang telah beroperasi penuh sejak 14 Juli, mencakup 10 lokasi. Tahap 1B adalah sekolah yang dijadwalkan memulai operasional pada 15 Agustus, termasuk SR di Dinsos Cimahi, karena masih menunggu penyelesaian renovasi. Tahap 1C merupakan tiga lokasi tambahan, yakni di Kabupaten Indramayu dan Kota Bandung, yang diproyeksikan akan dimulai pada bulan September. Secara keseluruhan, ke-16 sekolah rintisan di Jawa Barat ini menampung total 1.730 siswa dalam 71 rombongan belajar (rombel). Rinciannya mencakup jenjang SD dengan 9 rombel untuk 225 siswa, jenjang SMP dengan 33 rombel untuk 825 siswa, dan jenjang SMA dengan 29 rombel untuk 680 siswa. Penetapan siswa ini dilegalisasi melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur untuk jenjang SMA dan SK Bupati/Walikota untuk jenjang SD dan SMP, guna memastikan landasan hukum yang kuat bagi para peserta didik.
Studi Kasus: Sekolah Rakyat Terintegrasi 17 Cimahi
Sekolah Rakyat Terintegrasi 17 Cimahi menjadi fokus utama dalam diskusi sebagai salah satu model implementasi program. Nama “17” dipilih secara simbolis untuk merefleksikan semangat kemerdekaan di bulan Agustus. Berlokasi di kompleks Dinas Sosial Provinsi, sekolah ini menyelenggarakan pendidikan terintegrasi untuk jenjang SMP dan SMA dengan total 100 siswa, terdiri dari 50 siswa SMP dan 50 siswa SMA, yang berasal dari berbagai daerah seperti Kabupaten Bandung, Bandung Barat, dan bahkan Kabupaten Bogor.
Dari sisi infrastruktur, lokasi ini sedang menjalani proses renovasi berat (rehab berat) yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Proyek yang ditargetkan selesai pada 17 Agustus ini dipercepat penyelesaiannya menjadi 11 Agustus untuk mengakomodasi pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) pada 15 Agustus. Progres kumulatif pekerjaan telah mencapai 69.8% dari rencana, dengan pengerahan 122 pekerja yang bekerja pagi hingga malam, bahkan difasilitasi tenda darurat oleh Dinsos untuk tempat istirahat guna mengakselerasi pekerjaan. Fasilitas yang disiapkan meliputi empat asrama putra dan putri, ruang kelas, ruang makan dan dapur, masjid, serta lapangan olahraga.
Dari aspek sumber daya manusia (SDM), sekolah ini telah memiliki kepala sekolah yang ditunjuk melalui SK Menteri dan sebagian besar guru yang direkrut dari lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) dengan skor tertinggi. Namun, masih terdapat kekurangan tiga orang guru, serta kebutuhan mendesak untuk posisi wali asuh (baru terisi 5 dari 10), wali asrama (baru terisi 1 dari 4), bendahara, dan tenaga kebersihan yang sedang dalam proses pemenuhan oleh Kemensos.
Filosofi, Kurikulum, dan Pendekatan Pedagogis
Pemaparan dari kepala sekolah menyoroti bahwa Sekolah Rakyat bukan sekadar lembaga pendidikan formal, melainkan sebuah “eksperimen sosial” yang dirancang secara fundamental untuk mentransformasi kehidupan anak-anak dari keluarga miskin ekstrem (Desil 1-2). Program ini bertujuan menjawab pertanyaan krusial: “Apakah individu dari latar belakang prasejahtera dapat bersinar jika ditempatkan dalam ekosistem yang ideal?” Ekosistem ini mencakup gizi yang tercukupi, fasilitas berkualitas, lingkungan berasrama yang teratur, dan sistem pendidikan unggul.
Proses pembelajaran dirancang dalam tiga tahap utama. Tahap pertama adalah Aklimatisasi Kehidupan Berasrama selama dua hingga tiga bulan, di mana fokus utama adalah pembentukan karakter dan kebiasaan (habitual). Siswa dibiasakan dengan pola hidup teratur, disiplin, dan bertanggung jawab, mengingat 60% aktivitas mereka akan berada di asrama. Tahap kedua adalah pengenalan materi-materi pembelajaran umum, yang dilanjutkan dengan tahap ketiga, yaitu Proses Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM) Terpersonalisasi. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum nasional yang diperkaya dengan pendekatan pembelajaran terpersonalisasi (personalized learning), pengembangan keterampilan hidup (life skills) seperti urban farming, dan pemetaan bakat melalui asesmen seperti talent DNA mapping.
Sistem pembelajaran ini mengadopsi model digital dari Madrasah Al-Hikmah di Surabaya yang menggunakan Learning Management System (LMS). Sistem ini memungkinkan siswa belajar sesuai level kemampuannya dan guru dapat membuat modul yang terstruktur. Konsep ini sejalan dengan prinsip multi-entry, multi-exit, di mana siswa dapat masuk kapan saja dan keluar dengan berbagai macam hasil (outcome) sesuai potensi unik mereka. Tantangan terbesar adalah kualitas input siswa yang tidak melalui seleksi akademis, sehingga beban untuk menciptakan keunggulan berada pada sistem. Pihak sekolah secara proaktif melakukan asesmen awal, seperti screening literasi melalui tugas meresensi buku, untuk memetakan kemampuan dasar siswa. Hal ini menjadi krusial karena observasi awal menunjukkan banyak siswa mengalami krisis kepercayaan diri dan bahkan kesulitan membayangkan cita-cita, sebuah indikator psikologis dari tekanan ekonomi yang mereka alami. Program ini bertekad membangun kembali mimpi dan motivasi mereka.
Tantangan dan Strategi Implementasi
Implementasi program menghadapi sejumlah tantangan. Proses rekrutmen siswa, meskipun berbasis data DTKS dan diverifikasi secara ketat oleh pendamping PKH hingga ke lapangan, menemui kendala seperti adanya siswa yang mengundurkan diri karena belum siap untuk sistem asrama (boarding) atau memilih pindah ke pesantren. Fenomena homesick juga menjadi perhatian serius, terutama pada siswa jenjang SD dan SMP. Untuk mengatasi hal ini, pihak sekolah menerapkan strategi proaktif, salah satunya adalah melibatkan orang tua secara langsung dalam seremoni pembukaan tahun ajaran baru pada 14 Juli melalui Zoom bersama Menteri Sosial. Langkah ini terbukti efektif untuk membangun keyakinan dan menunjukkan keseriusan program langsung dari otoritas tertinggi, sehingga mencegah siswa mengundurkan diri.
Selama masa tunggu operasional sekolah, siswa diberikan tugas-tugas daring seperti screening literasi untuk menjaga mereka tetap terlibat dalam proses belajar sekaligus sebagai asesmen awal. Validitas data juga menjadi isu, di mana ditemukan kasus kesalahan input data pekerjaan orang tua dalam sistem DTKS, seperti seorang ibu yang berjualan makanan keliling dicatat sebagai “grosir makanan partai besar”, yang menyebabkan ketidaksesuaian klasifikasi desil. Hal ini memerlukan verifikasi lapangan yang cermat untuk memastikan ketepatan sasaran program.
Visi dan Proyeksi Jangka Panjang
Visi utama Sekolah Rakyat adalah menjadi instrumen efektif untuk memutus rantai kemiskinan, sebuah manifestasi nyata dari kehadiran negara dalam merawat fakir miskin dan anak telantar sesuai amanat UUD 1945. Program ini tidak berhenti pada jenjang SMA, melainkan dirancang untuk memiliki keberlanjutan. Lulusan akan dipersiapkan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi melalui skema KIP Kuliah, atau disalurkan ke dunia kerja melalui kerja sama dengan BUMN dan instansi lain seperti TNI/Polri.
Program ini dipandang sebagai investasi sosial jangka panjang yang dampaknya baru dapat diukur secara komprehensif dalam tiga hingga enam tahun ke depan, ketika lulusan pertama dihasilkan. Keberhasilan program akan dinilai dari kemampuan para lulusan untuk berdaya, meningkatkan taraf hidup keluarga mereka, dan pada akhirnya berkontribusi pada perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sejalan dengan amanat sila kedua dan kelima Pancasila. Dengan menanamkan motivasi dan empati sosial yang kuat, diharapkan para lulusan tidak hanya menjadi penerima bantuan, tetapi menjadi agen perubahan yang berkontribusi kembali kepada negara. Pada akhirnya, Sekolah Rakyat adalah upaya untuk mengubah narasi menjadi kenyataan, di mana anak-anak dari kondisi paling rentan sekalipun dapat meraih mimpi tertinggi dan menjadi bagian penting dari visi Indonesia Emas 2045.