Pertemuan resmi di Desa Nanjung, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung, berlangsung dalam format kunjungan kerja anggota DPD RI, Agita Nurfianti, yang mewakili Provinsi Jawa Barat dan bertugas di Komite 3 serta Badan Urusan Legislasi Daerah (BLUD).
Agenda utama adalah pemantauan implementasi tata kelola pemerintahan desa pasca perubahan regulasi melalui Undang-Undang No. 3 Tahun 2024 yang memperbarui UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Fokus diskusi meliputi efektivitas kebijakan, kapasitas perangkat desa, pengelolaan sumber daya, serta harmonisasi regulasi lintas kementerian.
Kepala Desa dan jajaran BPD memaparkan profil Desa Nanjung sebagai desa mandiri dengan luas wilayah sekitar 300 hektare dan populasi kurang lebih 16.000 jiwa serta sekitar 7.000 KK.
Tingkat pembangunan fisik disebut mencapai 75% dengan rencana kerja pemerintah (RKP) yang tengah berjalan, meski aspek kesehatan masyarakat masih memerlukan peningkatan dan dukungan program berbasis kader kesehatan desa (bunda desa/posyandu). Struktur sosial ekonomi desa cenderung semi-perkotaan dengan dominasi pekerja swasta dan ASN, sehingga pola intervensi pembangunan berbeda dari desa agraris.
Isu strategis yang diangkat mencakup beberapa hal.
Pertama, tumpang tindih kewenangan dan regulasi antara Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan, terutama terkait pengelolaan dana desa dan prioritas belanja yang tidak selalu serasi dengan kebutuhan lokal. Aspirasi dari BPD dan perangkat desa meminta penguatan otonomi pengelolaan agar musrenbang desa benar-benar menjadi dasar alokasi sesuai kebutuhan riil wilayah.
Kedua, ketahanan pangan yang mewajibkan alokasi sekitar 20% anggaran desa (estimasi total anggaran desa disebut sekitar Rp4 miliar, dengan salah satu pos sekitar Rp300 juta) dinilai sulit diterapkan dalam konteks desa semi-perkotaan yang minim lahan pertanian, sehingga diperlukan fleksibilitas skema dan solusi berbasis kondisi setempat.
Ketiga, penguatan fungsi BPD sebagai mitra pengawasan Kepala Desa agar tata kelola keuangan dan citra pemerintahan desa tetap akuntabel, termasuk meminimalkan risiko penyimpangan. Keempat, optimalisasi peran pendamping desa dan konsultan teknis yang saat ini dinilai tidak konsisten hadir atau berkontribusi substantif dalam perencanaan maupun pelaksanaan, sehingga perlu evaluasi kinerja dan kehadiran agar pendampingan benar-benar berdampak pada kualitas tata kelola.
Dalam bidang ekonomi produktif, desa telah mengembangkan ternak sapi/“lembu” dengan data operasional: 14 ekor turun (disalurkan), 1 ekor mati, tersisa 13; 11 ekor lembu disebut masih berjalan.
BPD mendorong evaluasi siklus panen ternak agar program berkelanjutan dan berdaya guna. Di sisi lain, usulan komunitas termasuk pemerdengaran lagu “Indonesia Raya” secara berkala telah direspons, dengan catatan praktik pemerdengaran di pagi hari mulai diterapkan di beberapa tempat.
Tanggapan Anggota DPD RI terkait Isu Strategis yang diungkapkan
Menanggapi persoalan tumpang tindih dan fleksibilitas dana desa, Agita Nurfianti menyampaikan komitmen untuk membawa masukan ini ke forum rapat kerja di Senayan, khususnya melibatkan tiga kementerian terkait dalam kerangka BLUD agar harmonisasi regulasi, kejelasan kewenangan, dan ruang adaptasi lokal dapat diperkuat. Terkait program makan bergizi gratis (yang berada dalam ranah Komite 3), beliau menguraikan bahwa program tengah digodok Badan Gizi Nasional dengan desain rantai pasok berbasis pangan lokal yang diolah oleh BUMDes atau koperasi, serta didukung satuan pelayanan di tingkat komunitas (mengikutsertakan PKK dan posyandu).
Kelompok sasaran meliputi balita (≤5 tahun), ibu hamil/menyusui, dan pelajar SD–SMA sederajat termasuk pesantren dan SLB, dengan tahap awal memprioritaskan balita serta ibu hamil/menyusui. Skema pembiayaan per porsi yang disebutkan publik (berubah dari Rp15.000 menjadi Rp10.000 per anak) masih bersifat informasi sementara; harapannya tidak membebani aset atau tanah desa. Agita menegaskan akan menyampaikan perkembangan lebih lanjut begitu ada kejelasan teknis dan administratif.
Secara keseluruhan, pertemuan menegaskan kebutuhan sinkronisasi regulasi pusat–daerah–desa, peningkatan kapasitas dan kehadiran pendamping, fleksibilitas kebijakan ketahanan pangan untuk konteks semi-perkotaan, penguatan pengawasan oleh BPD, serta pengarusutamaan program gizi berbasis komunitas dan ekonomi lokal. Penutup rapat dilakukan dengan ajakan menyampaikan aspirasi lanjutan secara tertulis untuk dihimpun desa dan diteruskan ke DPD/BLUD, serta doa bersama.